-->

Ambrosius Torro

Honeybee Enthusiast

Coffee and Tea Lover

Natural Products Sourcer

I'm Ambrosius Torro,
Honeybee Enthusiast & Coffee Lover
from Bogor, Indonesia.

I have experience in beekeeping practise & identify raw pure honey. Also I am a coffee and tea lover .

What I Do
Honeybee Traveler

Traveling around Indonesia to find out the source of honey from many kind of honey bees.

Working with Beekeeper

Work with beekeepers in various regions of Indonesia to try to develop bees in various places.

Looking for various Coffees

Indonesia has a variety of variations of coffee that are very unique and interesting to explore.

Photography

Capture various moments in interesting pictures and videos.

Recent Works

Get Lost in Vietnam

Judulnya seperti judul sebuah film.
Sebenarnya ini mau menceritakan pengalaman pertama saya ke Vietnam, karena tugas kantor, akhirnya saya harus bolak-balik ke Vietnam.
Saya berangkat Kamis 11 Mei 2017, menggunakan penerbangan pagi yang transit di Changi, Singapura. Penerbangan Jakarta - Changi di tempuh dalam waktu 2 Jam 50 Menit tanpa ada kendala. Setibanya di Singapura, sambil menunggu pesawat berikutnya yang akan membawa saya ke Vietnam, saya cari makan sambil jalan-jalan di salam airport yang terlihat bersih.

Menunggu di Changi
Sekitar jam 1 siang saya melanjutkan perjalanan ke Vietnam, dengan waktu tempuh sekitar 1 jam 30 menit. Akhirnya sayapun mendarat di Tan Son Nhat Airport, Ho Chi Minh City.
Sore itu cuaca cukup panas, dan juga agak deg-degan juga karena ternyata di Tan Son Nhat Airport wifi nya tidak bisa di pakai untuk Whatsapp, aplikasi yang bisa saya pakai untuk komunikasi dengan koneksi saya di Vietnam, Mr Hanh. Akhirnya saya dengan modal nekat coba keliling-keliling di gerbang kedatangan, berharap bertemu dengan Mr Hanh. Dan ternyata akhirnya sayapun bertemu dengan Mr Hanh, dan setelah basa-basi sebentar, kita naik ke mobil diantar ke hotel yang sebelumnya sudah saya reserve. 

Okay, untuk masalah kerjaan saya, tidak akan saya tuliskan, tetapi saya akan cerita pengalaman selama di Vietnam di luar kerjaan.

Pertama mengenai Hotel.
Hotel di Ho Chi Minh sangat bervariasi, dari yang murah sampai yang mahal ada. Di district satu, ada kawasan backpacker yang tersedia hotel murah, dari mulai 100.000/malam sampai  juta-an. Saya hari pertama datang tidak menginap di Saigon, tetapi provinsi lain sekitar 2 jam perjalanan dari Saigon. Kemudian saat saat kembali ke Saigon, karena tidak reserve dan kebetulan weekend, saya tidak dapat hotel yang saya tuju, akhirnya dapat hotel backpacker dengan tarif 100.000 an per malam. Walaupun begitu, hotelnya cukup bersih, tetapi memang masuk ke gang dan agak berisik karena berdempetan dengan banyak hotel lain. Hari berikutnya akhirnya saya dapat kamar di Lafelix Hotel, dan kamar saya menghadap ke taman, yang saya tempati hampir sebulan selama saya di Ho Chi Minh.

Sampai di Hotel
Kedua Makanan.
Sebenarnya untuk makanan hampir tidak ada masalah dengan saya, karena secara umum masakan di Vietnam mirip dengan di Indonesia, cuma lebih kaya akan ragam spices. Yang saya catat, makanan di Vietnam banyak daging, banyak sayur dan banyak mie.
Balut Egg

Mie Goreng

Aneka Barbecue

Mei Goreng

Barbecue

Pho

Ketiga Kehidupan Sehari-hari.
Kesan pertama saya untuk kehidupan sosial di Saigon adalah : banyak pohon, banyak kabel, banyak gereja dan banyak kuil dan orang tua dansa. Disekitar hotel saya ada 2 taman yang cukup besar dengan deretan pohon yang tinggi-tinggi. Disitu terdapat fasilitas olah raga dan juga tempat untuk dansa, ya dansa untuk para lansia.
Taman dengan deretan tempat duduk
Pohon-pohon tinggi ditengah kota
Kuil
Notre Dame Cathedral of Saigon
Dibawah pohon rindang

Pohon diantara gedung
Kuil

Kuil

Kabel telepon bergelantungan
Ditengah kota Saigon terdapat City Hall yang sangat megah. Di depannya berdiri patung paman Ho dengan tangan melambai. Diseberangnya terdapat Nguyễn Huệ Pedestrian Street yang terkenal, yaitu area pejalan kaki yang sangat luas yang ujungnya terdapat sungai Saigon.

City Hall

Patung Uncle Ho
Tidak jauh dari City Hall terdapat pasar yang terkenal yaitu Ben Thanh Market, yang menjadi destinasi para pelancong. Pasar tradisional ini menjajakan segala hal dari pernak-pernik, pakaian, buah-buahan, kopi dan teh dan segala hal yang menjadi tujuan turis untuk membeli oleh-oleh khas Vietnam. Pasar ini beroperasi siang hari, sedangkan malamnya, di jalan sekitar pasar terdapat pasar malam yang sangat ramai dikunjungi turis.

Ben Thanh Market Siang Hari
Ben Thanh Market malam hari

Keempat, Kehidupan Malam.
Sebagai kota wisata, kehidupan malam di Ho Chi Minh sangat hingar bingar hampir di seluruh pelosok kota, terutama di kawasan District 1. Mulai menjelang sore, sudah terasa aura keramaiannya, dan begitu menginjak malam, hilir mudik turis dari seluruh bangsa bisa kita lihat. Banyak sekali kafe atau bar yang penuh dengan gemerlap lampu warna-warni dengan tidak ketinggalan wanita-wanita seksi memanggil setiap orang yang lewat untuk mampir. Untuk yang menyukai dunia malam, kota Ho Chi Minh ini bisa memuaskan kebutuhan hiburan malam dengan segala bentuknya.
 
Sudut kota Ho Chi Minh

Ada pengamen Juga




Ada pedagang kue di sudut jalan
Beberapa sudut kota yang sempat saya kunjungi diantaranya Museum Perang, kuil-kuil dan juga naik ojeg melewati Saigon River Tunnel dan masih beberapa yang akan saya ingat-ingat lagi :).


War Museum

Kuil

Dengan abang Ojeg



Markas Angkatan Bersenjata

Naik Motor



Menikmati Keindahan Banyuwangi

Akhir tahun 2016 
Tanpa persiapan khusus, tanggal 27 Desember kita berlima meluncur menuju ke Banyuwangi. Sebelumnya kita sudah menginap di Tulungagung, untuk berkumpul dengan keluarga besar dalam rangka libur Natal. Malamnya kita sudah sampai di Situbondo, menginap di rumah saudara dan untuk beristirahat.
Berfoto Bersama di pinggir sawah samping Rumah

Paginya kami meneruskan perjalanan menuju Banyuwangi. Begitu keluar dari Situbondo, kita melalui jalan berkelok di dalam hutan Baluran. Jalanan cukup bagus, tetapi harus dengan kewaspaan karena berkelok dan berliku.
Sekitar jam 4 sore kita sampai di kawasan Taman Nasional Alas Purwo, tepatnya di Pos Pancur yang jaraknya masih sekitar 9 kilometer ke Pantai Plengkung, sehingga total jarak dari pusat kota ke Pantai Plengkung sekitar 86 kilometer, dimana menjadi tujuan kami. 

Sampai di Pos Pancur ini, semua kendaraan bermotor harus parkir dan tidak boleh melanjutkan perjalanan ke dalam. Bagi pengunjung di berikan 3 alternatif yaitu, berjalan kaki sekitar 2 jam, sewa naik sepeda motor trail atau sewa mobil jeep. Karena kami berlima, kami akhirnya menyewa mobil Jeep dengan tarif 350.000, dengan perjanjian besok dijemput lagi ke lokasi kami menginap.

Dalam perjalanan dari Pancur ke Plengkung, kita menikmati indahnya hutan Sawo Kecik (Manilkarakauki) dan Bambu Manggong yang dominan. Namun ada juga pohon lain seperti Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Ketapang (Terminalia cattapa ) dan Kepuh (Stercullia foetida). Tak luput sesekali kita menemui beberapa jenis hewan dan burung, diantaranya ada Kijang, Kera berekor panjang,Lutung, Ayam hutan, Burung Kangkareng (Antracoceros coronatus, Rangkong, dan Cekakak jawa.

Sesampai di gerbang pantai Plengkung, perjalanan disambung dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 200 meter menelusuri hutan menuju bibir pantai. Sepanjang perjalanan ke pantai, pengungjung akan menjumpai beberapa resor, tetapi kami sudah reserve satu buah resor di Joyo’s Surf Camp.

Didepan Joyo's Surf Camp
Di resor kita di sambut oleh mas Subo yang segera mengantarkan kita ke salah satu resor yang sudah di siapkan. Walaupun bangunannya terbuat dari mayoritas kayu, interiornya cukup bersih dengan 3 buah kingsize bed yang di lengkapi dengan kelambu nyamuk warna putih. Juga tersedia handuk yang kelihatan masih baru. Hal ini mungkin karena standar mereka cukup bagus untuk melayani turis asing yang menginap di sana.

Dan resor kita sangat dekat dengan bibir pantai, sehingga deburan ombak pantai selatan cukup kencang terdengan di samping penginapan kita. Sore itu walaupun sudah sudah menjelang malam, kami menikmati pantai yang sangat indah dan jernih airnya dan meng-ekplore keindahan pantai Plengkung atau G Land sebutan para turis asing.

Pantai di sore hari
Tak di sangsikan lagi, Pantai Plengkung ini menyajikan keindahan alam yang luar biasa dengan airnya yang jernih, sehingga ikan yang berlalu lalang bisa kita lihat dengan mata telanjang. Semua ini kita nikmati saat pagi menjelang siang sebelum kita di jemput. Tidak lupa kami menyempatkan diri menikmati ikan bakar yang disajikan oleh nelayan setempat yang di bakar di pinggir pantai.

Ikan yang dengan mudah kita lihat di pantai
Kita bisa memegang ikan secara langsung

Siang tepat jam 11 mobil Jeep yang kita sewa sudah datang menjemput dan mengantarkan kita kembali ke Pancur. Tanpa menunggu lama, kita lanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya, Pulau Merah.

Pulau Merah
Jarak G-Land ke Pulau Merah sekitar 40 kilometer. Lokasi pantai Pulau Merah (Red Island) adalah di desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. Sekitar jam 3 sore kita sampai di pantai Pulau Merah. Kami menikmati pulau merah ini dengan mengambil gambar, melihat keramaiannya. Dan karena keramaian ini, kami kurang menikmati keindahannya. Menjelang jam 5 sore, kami melanjutkan lagi perjalanan dengan tujuan Teluk Hijau (Green Bay). Tetapi sebelumnya kami sempat mampir ke pantai Wedi Ireng, di sekitar Pulau Merah.

Red Island on the background
Teluk Hijau ini berjarak sekitar 30 kilometer dari Red Island, yaitu terletak di Taman Nasional Meru Betiri, Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggrahan. Menjelang maghrib kita sampai di pos jaga Taman Nasional Meru Betiri. Kita tidak mempunyai kontak dan informasi penginapan di sana. Untungnya bapak penjaga pos Taman Nasional berbaik hati mengantarkan kita ke salah satu penduduk yang rumahnya sering di sewakan untuk turis yang datang ke Teluk Hijau. Malam itu kita menginap di rumah tersebut, dan paginya sebelum melanjutkan ke teluk hijau, kita di suguhi sarapan sayur bening dan ayam goreng.

Akhirnya kita bersiap ke teluk hijau. 
Untuk mencapai teluk hijau kita harus menyewa perahu. Dan pagi itu kita dapat perahu sewaan yang akan mengantar kita ke teluk hijau dan menunggu kami dan mengantar kembali ke lokasi semula.

Perahu yang di sewakan
Dalam Perjalanan

Dilokasi Teluk Hijau (Green Bay)
Pasir Yang Bersih

Airnya Jernih
Dan setelah puas menikmati keindahan Teluk Hijau, kamipun kembali dan menuju ke Malang sebagai destinasi kami selanjutnya.

1 Goa 4 Pantai di Pacitan

Bulan Desember 2012 kemarin saya pulang kampung ke Jawa Timur, tepatnya ke kota ka bupaten kecil,yaitu Tulungagung. Tapi kali ini saya tidak naik motor tapi pakai mobil Trooper 4WD yang sudah dimodifikasi untuk turing jarak jauh dengan menghilangkan semua jok belakang dan di ganti dengan double jok yang kalau di buka menjadi tempat tidur cukup untuk 3 orang, dan dibawahnya cukup untuk barang-barang bawaan.Tujuan utama adalah merayakan Natal bersam keluarga besar saya. Tapi yang saya mau ceritakan nanti adalah perjalanan di seputar Pacitan saja, salah satu kota yang saya singgahi pulang dari kota kelahiran saya.
Tanggal 29 Desember saya sudah di Pacitan, setelah dari Magetan, melalui Gorang-gareng, kemudian Ponorogo dan menuju Pacitan. Perjalanan Ponorogo - Pacitan merupakan tantangan tersendiri, jalan berkelok dengan sisi kanan tebing dan sisi kiri jurang, serasa tidak ada habisnya. Apalagi cuaca kurang bersahabat, dengan hujan yang mengguyur semenjak dari Magetan.
Tanggal 30 Desember pagi perjalanan berlanjut, kita singgahi pantai pertama yaitu pantai Teleng Ria. Pantai ini paling dekat dengan pusat kota Pacitan, hanya berjarak 3.5 km saja. Pantai ini adalah pelabuhan para nelayan, sehingga di sini bisa dijumpai pedagang berbagai hasil tangkapan laut siap saji alias sudah di goreng dan yang pasti jajaran perahu-perahu nelayan. Secara umum karena sudah dikelola secara profesional, pantai ini sudah menyediakan fasilitas dari Hotel, Restoran sampai arena bermain anak-anak. Tetapi menurut saya kurang begitu "menyentuh" dari sisi keindahan.

Perjalanan saya lanjutkan ke arah Goa Gong, yaitu salah satu goa yang terkenal dengan keindahan Stalagtit dan Stalagmitnya. Goa ini terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung, 30 km dari kota Pacitan. Sampai di depan gerbang, pengunjung harus terlebih dahulu berjalan sekitar 100 meter. Para penjaja senter yang ada di gerbang maupun mulut goa akan menawarkan senter mereka agar disewa. Selama perjalanan dapat dinikmati pemadangan khas pegunungan atau mampir sebentar untuk berbelanja di warung-warung yang berderet sepanjang jalan menuju goa. Fasilitas yang tersedia di kawasan Gua Gong antara lain toko suvenir, rumah makan, tempat parkir, WC umum, dan musholla. Dan ketika memasuki goa saya merasa seperti masuk ke dalam gedung pertunjukan dengan dekorasi yang maha indah. Jajaran Stalagtit dan setalagmit serasa seperti rangkaian lampu dan tirai dalam sebuah panggung pertunjukan. Luar biasa. Setelah cukup menguras keringat (walaupun terdapat kipas yang besar-besar di dalam goa, tapi tetap saja udara serasa sangat panas) akhirnya selesai sudah perjalanan didalam goa Gong.
Begitu menuruni jalan keluar dari kompleks goa Gong terdapat pertigaan, dan saya ambil kiri menuju pantai Klayar menurut petunjuk jalan di sana.
Pantai Klayar merupakan salah satu pantai yang terkenal di Pacitan. Menurut cerita yang saya dengar, pantai yang satu ini memiliki keindahan yang luar biasa, terutama batu karang dan ombak khas pesisir selatan Pulau Jawa. Pantai ini terletak sekitar 45 km dari Kota Pacitan. Sesampainya di Pantai Klayar, dari jalan kita bisa lihat ke arah bawah akan disambut oleh lambaian daun kelapa dan pasir putih yang eksotis. Selain itu, pemandangan yang paling menarik adalah batu-batu karang yang dihempas ombak. Pemandangan tersebut mungkin sulit untuk ditemui di pantai-pantai lainnya.
Ukuran batu-batu di Pantai Klayar cukup bervariatif, dari yang kecil hingga berupa tebing tinggi pun ada di sini. Maka tak heran jika ada sebagian wisatawan yang menjuluki pantai ini sebagai Tanah Lot di Pulau Jawa. Yang tak kalah menarik yang bisa di jumpai di pantai ini adalah adanya fenomena seruling samudera dan air mancur. Fenomena itu muncul karena air laut yang terdorong ke dalam relung batu karang menimbulkan tekanan tinggi sehingga menimbulkan bunyi dan semprotan air yang bisa mencapai ketinggian 10 meter.
Setelah puas menikmati keindahan pantai Klayar, perjalanan saya lanjutkan ke destinasi selanjutnya, pantau Watu Karung. Secara geografis terletak di barat daya kota Pacitan sejauh 18 km melalui jalan utama. Tapi karena saya saya melalui jalur dari pantai klayar, maka jalur yang saya tempuh termasuk ekstrim dengan jalan sempit berkelok naik turun dengan kemiringan yang membuat jantung berdebar. Saya sempat beberapa kali bertanya arah ke penduduk setempat, dan seperti yang sudah saya pelajari dari perjalanan saya ke pelosok-pelosok, kalikan 3 jarak yang di berikan oleh penduduk setempat, jadi kalau penduduk setempat bilang tinggal 4 kilometer lagi, siapkan mental untuk jarak masih 12 kilometer :) itu adalah kearifan lokal.
Dan menjelang sore sampai juga kita di pantai Watu Karung. Begitu terlihat kita disuguhi hamparan pasir putih yang bersih dan deburan ombak khas pantai selatan. Dan juga gundukan bukit-bukit karang seperti menjadi ornament yang melengkapi keindahan pantai ini. Yang menonjol addalah adanya sebuah villa yang di bangun di puncak bukit tepat menghadap laut, yang konon di bangun oleh seorang "bule" dengan membeli bukit. Dari pengamatan saya tidak hanya bukit tersebut, tetapi sepanjang bibir pantai sudah mulai dibangun pagar batu sebagai tanda bahwa kawasan tersebut sudah di privatisasi. Semoga walau sudah diprivatisasi, nantinya kita masih bisa menikmati keindahan pantai Watu Karung.
Pantai terakhir yang saya kunjungi adalah pantau Srau. Pantai ini terletak di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Jaraknya sekitar 25 km ke arah Barat dari pusat kota Pacitan. Ombak di pantai ini cukup ganas dengan disertai pecahan karang yang cukup berbahaya. Terbukti setelah keluar dari main air di situ, kaki terasa perih tanda kulit kita terluka. Tapi saya akui pantai ini cukup bagus untuk dinikmati.
Menjelang maghrib, saya meninggalkan pantai Srau dengan membawa kenangan yang sangat berkesan, mengenai satu goa dan 4 pantai yang luar biasa di pesisir selatan Jawa Timur.
  

Indahnya Pantai Jayanti

Kali ini saya akan ceritakan perjalanan saya yang paling baru, yaitu ke Pantai Jayanti, Cidaun, Cianjur Selatan. Sebelumnya sebenarnya sempat ragu untuk berangkat karena sorenya hujan sangat deras, kuatir jalan tidak aman karena rencana jalur yang akan saya lewati dibeberapa titik rawan longsor. Tapi setelah sampai jam sebelas malam langit cerah, maka saya pastikan tetap jalan.

Seperti  biasa saya berdua dengan teman, berangkat jam 2 pagi, hari Sabtu 17 November. Jalur yang saya rencanakan  berangkat lewat Bogor, terus ke Cipanas lewat jalan raya Puncak Cipnas, turun ke Cianjur kemudian ke arah Cipetir, Campaka, menuju Sukanagara terus ke arah Sirnagalih, berakhir di Cidaun.

Pantai Jayanti sendiri sebenarnya sebuah dermaga, tempat berlabuh nelayan. Terletak sekitar 140 km ke selatan dari kota Cianjur, masuk ke kecamatan Cidaun. Yang menarik dari pantai ini adalah kondisinya yang masih alami dan berdekatan dengan cagar alam Bojonglarang. Dan bagi saya, hal menarik lainnya disana kita bisa beli ikan dari nelayan, dan dengan membayar sekitar lima belas ribu rupiah untuk jasa bakarnya, kita sudah bisa menikmati ikan bakar yang gurih karena ikannya benar-benar masih baru dari laut.

Pantai Jayanti masih belum mengalami banyak pengembangan dari tahun 80-an, tidak seperti pantai lain di jawa barat, misalnya pantaai Pangandaran di Ciamis dan juga pantai Pelabuhan Ratu di Sukabumi. namun begitu, bagi anda yang menginginkan menginap, di sekitar pantai juga tersedia penginapan dengan tarif antara seratus sampai dua ratus ribu.

Jalan menuju Cidaun yang melalui kota Cianjur, relatif bagus walaupun terdapat beberapa titik yang rusak. Untuk saat ini karena musim hujan, hal yang harus di waspadai adalah beberapa ruas jalan yang rawan longsor.

Disarankan untuk memastikan kondisi kendaraan sebelum menuju ke Cidaun karena medan jalan yang penuh tanjakan dan kelokan hampir di sepanjang perjalanan.

Untuk pulangnya, saya mencoba jalur lain yaitu Cidaun arah Tegalbuleud, terus ke Surade lanjut Jampang terus ke Cibadak dan berlanjut ke Ciawi melalui kota Bogor dan kembali ke Base camp di Villa Nusa Indah.

Jalur ini sepanjang Cidaun - Tegalbuleud didominasi dengan kebun kelapa dan karet. Dan jalannya walau sudah aspal, tetapi tinggal bekasnya alias rusak sehingga perlu kesabaran karena kalau tidak bahaya tergelincir bisa menghampiri kita.

Untuk perjalan kemarin, berangkat di odometer menunjukkan angka 221 km dan pulangnya lebih panjang, 355 km jadi total perjalanan 576 km yang kami tempuh dalam waktu 19 jam.    
Contact Me

Top Menu

News

Recent Articles

Followers

Technology

Famous Posts

...ngopi doeloe...

Food

My BlogRoll

Instagram

Entertainment

Fashion

Technology

Pages

Hot News

Beauty

Life Style

Popular Posts

Adress/Street

Kotawisata, Bogor, Indonesia

Phone number

+(62) 3456 789

Website

www.ambrosius-torro.com